OPINI
Oleh : IRTI ZAMIN, SS |
MASIH ingat, beberapa hari lalu, ramai pemberitaan terkait pembatalan pelantikan 51 orang pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat oleh Bupati Hamsuardi. Hal itu dikarenakan pelantikan yang terlanjur dilakukan pada Jumat (22/3/2024), ternyata dihitung ulang melewati batas kewenangan sehingga hari itu juga dilakukan pembatalan.
Kemudian pada pasal 3 dinyatakan bahwa Gubernur atau
Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota
dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau
merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah
lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai
dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Sementara, sesuai Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2
Tahun 2024 Tentang Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024, jadwal penetapan
pasangan calon adalah 22 September 2024. Artinya bahwa pelantikan dan
pergantian pejabat oleh kepala daerah yang akan mencalon, diperkirakan
terakhir tanggal 21 Maret 2024, sebelum memasuki waktu 6 bulan, walaupun hingga
saat ini belum ada surat edaran dari Kemendagri terkait hal itu.
HAMSUARDI, Bupati Pasaman Barat |
Cuma,
barangkali yang disayangkan adalah kekurang telitian dan kekurang cermatan
instansi terkait dalam menghitung bulan atau tanggal sehingga tak pelak, kondisi ini sedikit membuat gaduh juga.
Namun dapat dibaca, kebijakan Bupati tersebut yang
membatalkan pelantikan, merupakan isyarat kuat bahwa Bupati Hamsuardi akan maju
kembali untuk periode kedua pada Pilkada 2024. Sehingga, ia tidak ingin nantinya
bermasalah karena disebut melanggar peraturan yang berlaku,
Sebab, jika melanggar ketentuan di atas, terancam terkena
sanksi pembataan sebagai calon. Hal ini sesuai dengan pasal 5 UU Nomor 10 Tahun
2016, yang berbunyi, "Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau
Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut
dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU
Kabupaten/Kota.
Tidak saja sanksi administrasi, bahkan terdapat sanksi
pidana, sebagimana pasal 190 (sanksi pasal 71 ayat (2) dan Pasal 162 ayat (3)
bahwa pejabat yang melanggar ketentuan tersebut, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Dari aturan tersebut, jika calon petahana tetap
melanjutkan rotasi atau pelantikan pejabat pada 22 Maret 2024 atau enam bulan
sebelum berakhir masa jabatan atau penetapan calon di Pilkada 2024, sanksinya
bisa berupa tidak diikutkan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Sebab, kemungkinannya nanti akan ada sanksi berupa penetapan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU ketika mendaftar sebagai calon bupati maupun wakil bupati. Kecuali ada izin Kemendagri, maka akan gugurlah sanksi tersebut.
Mengacu pada ketentuan tersebut, maka kebijakan Bupati Hamsuardi yang membatalkan pelantikan 51 pejabat itu merupakan respon yang cepat dan tepat serta tegas. Karena ia tidak ingin melanggar aturan Pilkada.
( *) Penulis : Pimpinan Pro Pers Group/ Ketua DPC. SPMI (Serikat Praktisi Media Indonesia) Kabupaten Pasaman Barat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar